LANDASAN TEORI
2.1 Definisi
Sampling Pekerjaaan
Work Sampling, Ratio
Delay Study atau Random Observation Research adalah suatu teknik
untuk mengadakan sejumlah besar pengamatan terhadap aktifitas kerja dari mesin,
proses atau pekerja operator. Awalnya cara ini dikembangkan di Inggris oleh
seorang yang bernama L.H.C. Tippet di
pabrik tekstil di Inggris, tetapi karena kegunaannya cara ini kemudian dipakai di negara lain secara lebih
luas (Sutalaksana, 2006).
Sampling pekerjaan ini menggunakan ilmu statistik, tetapi pada sampling pekerjaan hal ini tampak lebih nyata. Beda sampling
pekerjaan dengan cara jam henti adalah pada sampling pekerjaan, pengamatan tidak terus menerus berada di
tempat pekerjaan dan waktu ditentukan secara acak (Sutalaksana, 2006).
Pengukuran waktu jam henti merupakan cara langsung
karena dilakukan dengan melakukan pengukuran secara langsung di tempat berjalannya pekerjaan. Bedanya dengan cara jam henti
adalah bahwa pada cara sampling
pekerjaan pengamatan tidak terus menerus berada ditempat pekerjaan melainkan
mengamati (di tempat pekerjaan) hanya pada sesaat pada waktu yang ditentukan
secara acak Sampling pekerjaan dilakukan secara sesaat pada
waktu yang ditentukan secara acak (Sritomo, 1992).
Metode work sampling sangat cocok untuk digunakan
dalam melakukan pengamatan atas pekerjaan yang sifatnya tidak berulang dan
memiliki waktu yang relatif panjang. Pada dasarnya prosedur pelaksanaanya cukup
sederhana, yaitu melakukan pengamatan aktifitas kerja untuk selang waktu yang
diambil secara acak terhadap satu atau lebih mesin atau operator dan kemudian
mencatatnya apakah mereka ini dalam keadaan bekerja atau menganggur (Sritomo,
1992).
2.2 Kegunaan dan Langkah Sampling Pekerjaan
Sampling pekerjaan mempunyai beberapa
kegunaan lain di bidang produksi sampling
selain untuk menghitung waktu penyelesaian adalah sebagai berikut (Sutalaksana, 2006):
1.
Mengetahui distribusi pemakaian
waktu sepanjang waktu kerja oleh pekerja atau kelompok kerja.
2.
Mengetahui tingkat pemanfaatan
mesin-mesin atau alat-alat di pabrik.
3. Menentukan waktu baku bagi pekerja-pekerja
tidak langsung.
4. Memperkirakan kelonggaran bagi suatu
pekerjaan.
Distribusi
pemakaian waktu kerja atau kelompok pekerja dan tingkat pemanfaatan mesin atau
alat-alat secara mudah diketahui dengan mempelajari frekuensi setiap kegiatan
atau pemakaian dari catatan pengamatan setiap melakukan kunjungan. Selanjutnya langkah dalam melakukan sampling pekerjaan tidak berbeda
dengan cara jam henti. Langkah-langkahnya adalah
sebagai berikut (Sutalaksana, 2006):
1.
Menetapkan tujuan pengukuran,
yaitu untuk apa sampling pekerjaan dilakukan, yang akan menentukan besarnya tingkat
ketelitian dan keyakinan.
2.
Jika sampling ditujukan untuk mendapatkan waktu baku, lakukanlah
penelitian pendahuluan untuk mengetahui ada tidaknya sistem kerja yang baik.
Jika belum, perbaikan atas kondisi dan cara kerja harus dilakukan dahulu.
3. Memilih operator yang baik, bila perlu
mengadakan latihan bagi para operator yang dipilih agar bisa dan terbiasa
dengan sistem kerja yang dilakukan.
4. Melakukan pemisahan kegiatan sesuai yang
ingin didapatkan.
5. Menyiapkan perlatan yang diperlukan berupa
papan pengamatan, lembar- lembar
pengamatan, pena atau pensil.
Cara melakukan sampling pengamatan dengan sampling pekerjaan juga tidak berbeda
dengan yang dilakukan untuk cara jam henti yang terdiri dari tiga langkah yaitu
(Sutalaksana, 2006):
1.
Melakukan sampling pendahuluan.
2.
Menguji keseragaman data.
3.
Menghitung jumlah kunjungan
yang diperlukan (menguji kecukupan data).
Langkah ini
dilakukan terus sampai jumlah kunjungan mencukupi yang diperlukan untuk tingkat
keyakinan yang diperlukan (Sutalaksana,
2006).
Langkah sampling pendahuluan dilakukan sejumlah kunjungan yang banyaknya
ditentukan oleh pengukur, biasanya tidak kurang dari 30. Pada langkah pengujian keseragaman data, didapatkan batas kontrol
atas dan batas kontrol bawah. Batas kontrol yang diketahui bisa kita dapatkan
melalui rumus:
|
|
Dimana adalah = dengan
nilai P1 didapatkan dengan rumus:
|
Untuk menghitung
jumlah pengamatan yang diperlukan, maka membutuhkan tingkat ketelitian dan
tingkat keyakinan. Jumlah pengamatan yang diperlukan untuk tingkat ketelitian
5% dan tingkat keyakinan 95% diketahui melalui rumus.
|
Keterangan:
k = konstanta
S = tingkat ketelitian
P = didapatkan melalui
rumus di bawah ini
|
2.3 Waktu Baku Pengamatan Acak
Kunjungan dilakukan dalam
waktu yang ditentukan secara acak. Untuk ini biasanya satu hari kerja dibagi ke
dalam satuan waktu yang besarnya ditentukan oleh pengukur. Biasanya panjang
satuan waktu tidak terlampau singkat dan juga tidak terlampau panjang.
Berdasarkan satuan waktu inilah saat-saat kunjungan ditentukan (Sutalaksana,
2006).
Selanjutnya
dikatakan bahwa panjang satuan waktu tidak terlalu pendek dan juga tidak
terlalu panjang. Untuk yang pertama kalinya sudah jelas, yaitu bila terlalu
pendek misalkan satu menit, kemugkinan mendapatkan dua atau lebih kunjungan
berturut-turut setiap satu menit sekali tentunya menyulitkan. Untuk yang kedua
mudah pula dimengerti, yang akan menyebabkan jumlah kunjungan per hari terbatas
yang berarti akan menjadikan masa pengamatan sampling pekerjaan lebih lama (Sutalaksana, 2006).
Seperti yang sudah diketahui
bahwa studi sampling pekerjaan
akan dapat menjawab beberapa hal yaitu persentase atau proporsi antara aktvitas
dan idle, penetapan waktu baku
kegiatan. Seperti halnya dalam stopwatch
time study maka disini juga harus diestimasikan terlebih dahulu performance rating dari operator yang
diukur dan waktu longgar yang ada (Sritomo,
1992).
Perhitungan waktu baku, waktu
kelonggaran dan faktor penyesuaian sangat menentukan. Untuk lebih mudahnya
dapat kita lakukan melalui rumus di bawah ini (Sritomo, 1992):
|
|
|
|
|
2.4 Sampling Pekerjaan untuk Menghitung Kelonggaran
Selain untuk mendapatkan
waktu baku dan kegunaan-kegunaan lain, sampling
pekerjaan dapat juga dipergunakan sebagai salah satu cara untuk mendapatkan
basarnya kelonggaran. Ada tiga macam kelonggaran yaitu (Sritomo, 1992):
1.
Kelonggaran
untuk kebutuhan pribadi
Kelonggaran kebutuhan pribadi di sini
adalah hal-hal seperti minum sekedarnya untuk menghilangkan rasa haus, ke kamar
kecil, dan bercakap-cakap. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan ketegangan ataupun kejemuan
dalam bekerja.
Kebutuhan-kebutuhan ini jelas terlihat
sebagai sesuatu yang mutlak misalnya, seorang pekerja diharuskan bekerja dengan
rasa dahaga atau melarang pekerja untuk sama sekali tidak bercakap-cakap
sepanjang jam-jam kerja. Larangan demikian tidak saja merugikan pekerja, tetapi
juga merugikan perusahaan. Kondisi demikian pekerja tidak akan dapat bekerja
dengan baik bahkan hampir dapat dipastikan produktifitasnya menurun.
Besarnya kelonggaran yang diberikan
untuk kebutuhan pribadi seperti itu berbeda-beda dari satu pekerja ke pekerja
lainnya, karena setiap pekerja memiliki karakteristik dan tuntutan yang
berbeda. Peneliti yang khusus perlu dilakukan untuk menentukan besarnya kelonggaran ini secara
tepat seperti dengan sampling pekerjaan. Berdasarkan penelitian ternyata
besarnya kelonggaran bagi pekerja pria berbeda dengan pekerja wanita. Pekerjaan-pekerjaan ringan
pada kondisi-kondisi normal pria memerlukan 2-2,5% dan wanita 5% (persentase ini adalah dari waktu
normal).
2.
Kelonggaran
untuk menghilangkan rasa fatigue
Rasa fatigue tercermin antara lain dari menurunnya hasil
produksi baik jumlah maupun kualitas. Salah satu cara untuk menentukan besarnya
kelonggaran adalah dengan melakukan pengamatan sepanjang hari kerja dan
mencatat di saat-saat hasil produksi menurun. Masalahnya adalah kesulitan dalam
menentukan saat-saat menurunnya hasil produksi disebabkan oleh timbulnya rasa fatigue,
karena masih banyak kemungkinan lain yang dapat menyebabkannya.
Rasa fatigue telah datang dan
pekerja harus bekerja, maka untuk menghasilkan performance normalnya,
usaha yang dikeluarkan pekerja lebih besar dari normal yang akan menambah rasa fatigue.
Hal ini berlangsung terus pada akhirnya akan terjadi fatigue total.
Artinya adalah jika anggota badan yang bersangkutan sudah tidak dapat melakukan
gerakan kerja sama sekali walaupun sudah dikehendaki. Hal demikian jarang terjadi, karena berdasarkan pengalamannya, pekerja dapat mengatur
kecepatan kerjanya sedemikian rupa. Selambat-lambatnya gerakan kerja ditunjukan
untuk menghilangkan rasa fatigue.
3.
Kelonggaran
untuk hambatan-hambatan tak terhindarkan.
Berdasarkan pelaksanaan
pekerjaan, pekerja tidak akan lepas dari berbagai hambatan. Terdapat hambatan yang
dapat dihindarkan, seperti mengobrol yang berlebihan dan menganggur.
Hambatan yang tidak dapat dihindarkan, yaitu jika berada di
luar kekuasaan pekerja untuk
mengendalikannya. Hambatan yang pertama jelas tidak ada pilihan selain
menghilangkannya. Penyebab perlunya diperhitungkan dalam perhitungan waktu baku.
Beberapa contoh yang termasuk ke dalam
hambatan tak terhindarkan adalah:
a.
Menerima atau
meminta petunjuk kepada pengawas.
b.
Melakukan
penyesuaian-penyesuaian mesin.
c.
Memperbaiki
kemacetan-kemacetan singkat seperti, mengganti alat potong
yang patah, memasang kembali ban yang lepas, dan sebagainya.
d.
Memasang peralatan
potong.
e.
Mengambil
alat-alat khusus atau bahan-bahan khusus dari gudang.
Sehubungan dengan
penggunaan sampling pekerjaan untuk
mendapatkan kelonggaran ada dua hal yang perlu diperhatikan. Pertama adalah
sifat dari kegiatan-kegiatan kelonggaran yang tidak selalu tampak sebagai
kegiatan yang berdiri sendiri. Misalnya,
untuk menghilangkan rasa fatique
operator tidak selalu berhenti bekerja, tetapi juga dapat dengan melambatkan
kecepatan kerja. Yang terakhir ini tidak mudah untuk dideteksi selama kunjungan-kunjungan
dilakukan, namun paling tidak dengan sampling
pekerjaan didapat “kelonggaran untuk yang tampak” yang seolah-olah dapat
dipergunakan sebagai kelonggaran minimal untuk pekerjaan yang bersangkutan atau
jika ditambahkan sejumlah kelonggaran lagi akan didapat kelonggaran yang
diharapkan. Kedua adalah bahwa operator yang diukur harus seorang yang
melakukan kegiatan-kegiatan kelonggaran secara wajar; artinya dia tidak
bercakap-cakap terlampau banyak, sering minum atau ke kamar kecil karena badan
yang tidak sehat dan sebagainya. Hal ini adalah untuk menjamin agar kelonggaran
yang berakhirnya didapatkan merupakan kelonggaran yang sepantasnya.
Cara shumard
memberikan patokan penilaian melalui kelas-kelas performance kerja
dimana setiap kelas mempunyai nilai sendiri. Pengukur diberi patokan untuk
menilai performance kerja operator menurut kelas-kelas Superfast+,
Fast, Fast-, Exellent dan seterusnya. Seorang yang dipandang bekerja normal
diberi nilai 60, dengan nama performance kerja yang lain dibandingkan
untuk menghitung faktor penyesuaian.
Tabel 2.1 Penyesuaian Menurut Cara Shumard
Kelas
|
Penyesuaian
|
Superlast
Fast +
Fast
Fast –
Execellent
Good +
Good
Good –
Normal
Fair +
Fair
Fair –
Poor
|
100
95
90
85
80
75
70
65
60
55
50
45
40
|
Penyesuaian dapat ditentukan selain melalui metode Shumard, terdapat metode Westinghouse.
Metode ini memiliki 4
macam kelas yakni, kelas keterampilan, usaha, kondisi kerja dan konsistensi
Tabel 2.2 Penyesuaian Menurut Cara Westinghouse
Faktor
|
Kelas
|
Lambang
|
Penyesuaian
|
Keterampilan
|
Superskill
Excellent
Good
Average
Fair
Poor
|
A1
A2
B1
B2
C1
C2
D
E1
E2
F1
F2
|
+0,15
+0,13
+0,11
+0,08
+0,06
+0,03
0,00
- 0,05
- 0,10
- 0,16
- 0,22
|
Usaha
|
Excessive
Excellent
Good
Avarage
Fair
Poor
|
A1
A2
B1
B2
C1
C2
D
E1
E2
F1
F2
|
+0,13
+0,12
+0,10
+0,08
+0,05
+0,02
0,00
- 0,04
- 0,08
- 0,12
- 0,17
|
Kondisi Kerja
|
Ideal
Excellenty
Good
Average
Fair
Poor
|
A
B
C
D
E
F
|
+0,06
+0,04
+0,02
0,00
- 0,03
- 0,07
|
Konsisitensi
|
Perfect
Excellenty
Good
Average
Fair
Poor
|
A
B
C
D
E
F
|
+0,04
+0,03
+0,01
0,00
-0,02
-0,04
|
2.5 Aplikasi
dari Metode Sampling Kerja
Aplikasi dari sampling kerja dalam industri antara lain (Sritomo,
1992):
1.
Penetapan Waktu Baku
a.
Mengetahui presentase
antara aktivitas kerja dan idle.
b.
Menetapkan waktu baku.
2.
Penetapan Waktu Tunggu
a.
Menekan aktivitas idle
sampai presentase yang terkecil, yaitu dengan memperbaiki metode kerja. Selain itu,
menekan juga alokasi pembebanan mesin atau manusia secara tepat.
b.
Membakukan
metode kerja yang digunakan sebelum menetapkan waktu longgar (allowance).
d.
Melakukan
proses penyederhanaan kerja (work
simplification).
3.
Disiplin Kerja
a.
Dapat meningkatkan
disiplin kerja karena sampling kerja
dilakukan secara random.
2.6 Pengelompokan Kerja untuk
Aktivitas Maintenance
Sebelum ditentukan
proporsi aktivitas maintenance, lebih
dulu dilakukan penjabaran elemen-elemen kerja secara detil (dian.staff.gunadarma.ac.id):
1.
Pekerja
tidak ada di tempat.
2.
Mengambil
order penugasan kerja.
3.
Mempelajari
perintah kerja.
4.
Bersiap-siap
melakukan tindakan pemeliharaan.
5.
Personal
dan idle time.
6.
Ketidakseimbangan
beban kerja.
7.
Kegiatan
menunggu (delay).
8.
Berbicara
dengan supervisor tentang hal yang terkait pekerjaan.
Berikut ini merupakan
pengelompokan kerja pada aktivitas maintenance
(dian.staff.gunadarma.ac.id):
1.
Kegiatan
Langsung (Direct Work)
a.
Pekerja
pemeliharaan sedang bekerja.
2.
Kegiatan
Tak Langsung (Indirect Work)
3.
Kegiatan
perencanaan sebelum aktivitas maintenance
dilakukan
b.
Misalnya mempelajari manual mesin, menyiapkan
peralatan.
4.
Kegiatan
Berjalan atau Bergerak (Travel)
c.
Pekerja
terlihat mondar-mandir terkait dengan pekerjaannya, misalnya pekerja konsultasi
dengan supervisor.
daftar pustakanya
BalasHapus