MANAGEMENT BY OBJECTIVE
1.
Pengertian
Management By Objective (MBO)
Sebutan
“manajemen sesuai objektif” pertama dipopulerkan oleh Peter Drucker dalam
bukunya tahun 1954 yang berjudul ‘The Practice of Management’. MBO sulit
didefinisikan, namun secara umum esensi sistem MBO, terletak pada penetapan
tujuan tujuan-tujuan umum oleh para manajer dan bawahan yang bekerja bersama,
penentuan bidang utama setiap individu yang hasilnya dirumuskan secara jelas
dalam bentuk hasil-hasil (sasaran) yang dapat diukur dan diharapkan, dan ukuran
penggunaan ukuran-ukuran tersebut sebagai satuan pedoman pengoperasian
satuan-satuan kerja serta penilaian masing penilaian sumbangan masing-masing
anggota.
Gagasan
dasar MBO adalah bahwa MBO merupakan proses partisipatif, secara aktif
melibatkan manajer dan para anggota pada setiap tingkatan organisasi.
Management by objective (MBO) atau manajemen by objective atau manajemen sesuai
objektif adalah suatu proses persetujuan terhadap objektif di dalam satu
organisasi sehingga manajemen dan karyawan menyetujui objektif ini dan memahami
apa posisi mereka di dalam organisasi tersebut. MBO merupakan sistem
penilaian kinerja individu disetiap level struktural, berdasarkan
objective (sasaran) yang telah ditetapkan, dengan menggunakan
indikator-indikator yang terukur.
Management
by objective (MBO) atau juga disebut (diterjemahkan) Manajemen Berdasarkan
Sasaran, yaitu suatu cara untuk melibatkan para karyawan di dalam proses
pengambilan keputusan yang menyangkut pekerjaan mereka. (Sondang P. Siahaan:
2004: 362). Menurut Nanang Fattah (2009: 33) menjelaskan bahwa Management by
objective (MBO) merupakan teknik manajeman yang membantu memperjelas dan
menjabarkan tahapan tujuan organisasi. Lebih lanjut Nanang Fattah menjelaskan
bahwa dengan Management by objective (MBO) dilakukan proses penentuan tujuan
bersama antara atasan dan bawahan. Dari beberapa pendapat di atas dapat
disimpulkan bahwa Management by objective (MBO) adalah suatu cara di dalam
mencapai sasaran hasil maupun dalam merencanakan program melibatkan semua pihak
(stakeholders) pada lembaga yang bersangkutan [1].
2.
Kekuatan
dan Kelemahan Management By Objective (MBO)
Hasil
survei terhadap manajer, Tosy & Carroll menyatakan kekuatan Manajeman By
Objective yaitu:
1. Memungkinkan
para individu mengetahui apa yang diharapkan dari mereka.
2. Membantu
dalam perencanaan dengan membuat para manajer menetapkan tujuan dan sasaran.
3.
Memperbaiki
komunikasi antara manajer dan bawahan.
4. Membuat
para individu lebih memusatkan perhatiannya pada tujuan organisasi.
5.
Membuat
proses evaluasi lebih dapat disamakan melalui pemusatan pada pencapaian tujuan
tertentu. Ini memungkinkan para bawahan mengetahui kualitas pekerjaan mereka
dalam hubungannya dengan tujuan organisasi.
Menurut Nanang Fattah (2009: 34) ada empat kekuatan
dari Manajeman By Objective yaitu:
1.
Pengelolaan
cenderung lebih baik karena keharusan membuat program.
Peranan dan fungsi struktur organisasi harus jelas.
Peranan dan fungsi struktur organisasi harus jelas.
2.
Individu
mengikat diri pada tugas-tugasnya (commited).
3.
Pengawasan
lebih efektif berkembang.
Dari beberapa
pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kekuatan dari Manajeman By Objective
adalah:
1.
MBO
melakukan integrasi fungsi perencanaan dan pengawasan ke dalam suatu sistem
yang rasional dalam manajemen.
2.
MBO
mendorong organisasi untuk menentukan tujuan dari tingkatan atas
3.
hingga
tingkatan bawah dari manajemen.
4.
MBO
memfokuskan pada hasil akhir.
5.
MBO
mendorong adanya manajemen diri dan komitmen dari setiap orang melalui
partisipasi pada setiap tingkatan manajemen dalam penentuan tujuan.
6.
Memperbaiki
komunikasi antara manajer dan bawahan.
7.
Membuat
para individu lebih memusatkan perhatiannya pada tugas masing-masing dan tujuan
organisasi.
8.
Pengawasan
lebih efektif berkembang.
Adapun kelamahan dari Manajeman By Objective adalah
pertama, negosiasi dan pembuatan keputusan dalam pendekatan MBO membutuhkan
banyak waktu, sehingga kurang cocok bila diterapkan pada lingkungan bisnis yang
sangat dinamis. Kedua, adanya kecenderungan karyawan untuk bekerja memenuhi
sasarannya tanpa mempedulikan rekan sekerjanya, sehingga kerjasama tim
berkurang. Ada juga yang bilang MBO hanyalah sekedar formalitas belaka, pada
akhirnya yang menentukan sasaran hanyalah manajemen puncak sendiri.
Sedangkan menurut hasil survei terhadap manajer, Tosy
& Carroll menyatakan kelemahan Manajeman By Objective ada dua kategori kelemahan-kelemahan
khas untuk organisasi yang mempunyai program MBO formal, yaitu:
1.
Kelemahan-kelemahan
yang melekat (inherent) pada proses MBO. Ini mencakup konsumsi waktu dan usaha
yang cukup besar dalam proses belajar untuk menggunakan teknik-teknik MBO serta
meningkatkan banyaknya kertas kerja.
2.
Kelemahan-kelemahan
dalam pengembangan dan implementasi MBO oleh berbagai fungsi.
Menurut
Nanang Fattah (2009: 35) ada empat kelemahan Manajeman By Objective yaitu:
1.
Tidak mudah menanamkan
pemahaman tentang konsep-konsep dan pemberian motivasi kepada bawahan untuk
mempelajari penggunaan teknik Manajeman By Objective secara tepat.
2.
Tidak mudah menentukan
tujuan dengan memberikan kesempatan kepada para anggota untuk berpartisipasi.
3.
Tidak mudah menilai
prestasi kerja, karena tidak setiap prestasi dapat diukur secara kuantitas.
4.
Perubahan yang
diinginkan Manajeman By Objective dalam perilaku manajer kemungkinan akan
menimbulkan maslah dalam proses MBO titik berat akan bergeser dari menilai
menjadi membantu bawahan.
Dari
beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa kelemahan Manajeman By
Objective adalah:
1.
Tidak
mudah menanamkan tentang konsep-konsep dan pemberian motivasi kepada bawahan
untuk mempelajari penggunaan teknik MBO secara tepat
2.
Tidak
mudah menentukan tujuan dengan memberikan kesempatan kepada para anggota untuk
berpartisipasi
3.
Tidak
mudah menilai prestasi kerja, karena tidak setiap prestasi dapat diukur secara
dikuantitas
4.
Pembuatan keputusan
membutuhkan waktu yang lama
5.
Kecenderungan karyawan
bekerja memenuhi sasaran tanpa memperdulikan rekan kerja
6.
Kecenderungan karyawan
bekerja memenuhi sasaran tanpa memperdulikan rekan kerja
MBO
mendorong setiap tingkatan manajemen berkomitmen untuk partisipasi dalam
mencapai rencana yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Dalam pelaksanaan MBO
ini harus ada kesepakatan antara karyawan dan pimpinan, agar mereka
melaksanakan dan memiliki komitmen yang sama, yaitu:
1.
Tujuan yang ingin
dicapai oleh setiap bagian atau bawahan.
2.
Perencanaan yang akan
dilakukan setiap divisi, untuk mendukung tujuan bersama.
3.
Standard pengukuran
keberhasilan pencapaian tujuan.
4.
Prosedur untuk
mengevaluasi keberhsilan pencapaian tujuan.
3.
Penilaian
Kerja
Penilaian
objective yang ditetapkan
terdiri dari 2 jenis, yaitu Quantitative
dengan porsi penilaian 80-85% dan Qualitative
(Soft Skill) dengan porsi
penilaian 15 – 20 %. Penilaian yang bersifat Quantitativ didasarkan pada
Result (hasil) dari target yang terukur, seperti:
a.
Productivity
b.
Jumlah Produk Reject atau Internal Complain
c.
Jumlah Claim / Eksternal Complain
d.
Remake
(Pembuatan ulang akibat adanya kesalahan pada proses)
e.
Loss
Produksi
f.
Down
Time
g.
Setting
Time
h.
Absensi
Penilaian
yang bersifat Qualitativ didasarkan pada penilaian Soft Skill, yaitu
Trait (Sikap) dan Behaviour (tingkah laku) individu dalam pengembangan
kemampuan dan kemajuan karir. Seperti contoh berikut:
a.
Process
Compliance (Patuh pada proses)
b.
Co-Working
(Kerja sama Tim)
c.
Responsibility
(Tanggung jawab)
d.
Integrity
(Integritas)
e.
Time
conciousness (kesadaran waktu)
f.
Analitical
thinking (Berpikir analitis)
g.
Organizing
(Kemampuan mengorganisasi)
h.
Team
Leading (memimpin Tim)
i.
Challenging
(Tantangan)
j.
Continous
Learning
k.
Comunication
skill (Kemampuan berkomunikasi)
4.
Tujuan
Penerapan MBO
Beberapa tujuan dari
penerapan management by objective yaitu[2]:
a.
Menciptakan
sinergi mulai dari struktur organisasi terbawah hingga teratas, untuk mencapai
target perusahaan. (Company Strategic Goal), mekanisme penetapan Objective dan
Goal melalui persetujuan appraiser secara bertingkat dari struktur bawah
sampai atas.
b.
Memperbesar
Tingkat validitas penilaian, yang akan meminimalkan bias penilaian dan
meningkatkan fairness (rasa keadilan)
c.
Monitoring
kinerja individu menjadi lebih efektiv
d.
Kontribusi
individu terhadap pencapaian target dalam bagian lebih terukur, sehingga
perencanaan pengembangan SDM lebih akurat, detail, dan spesifik.
e.
Meningkatkan
kepercayaan karyawan terhadap Management
f.
Memberikan
kejelasan jenjang karir & kompetisi antar karyawan unutk menjadi yang
terbaik.
g.
Meningkatkan
produktivitas pekerja
h.
Meningkatkan
kinerja organisasi perusahaan
i.
Meningkatkan
daya saing perusahaan
j.
Meningkatkan
profit margin perusahaan
k.
Alat
yang efektif untuk melakukan revolusi (perubahan dengan relative cepat dan
memaksa) Struktural , mental dan budaya kerja karayawan. [3]
REFERENSI